Remitansi Meningkat, Hak Anak Pekerja Migran di NTB Kian Terabaikan

Suara getir dari anak pekerja migran di desa menceh

Mataram, IDN Times - Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi salah satu daerah penyumbang jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) terbesar di Indonesia. Salah satunya dari Desa Menceh, Kecamatan Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur. Remitansi atau kiriman uang dari luar negeri kian meningkat, namun tidak diimbangi dengan pemberian hak-hak anak para pekerja migran yang ada di rumah.

Berdasarkan data Bank Indonesia dan PT Pos Indonesia, remitansi dari pekerja migran asal Provinsi NTB periode Januari hingga Mei 2022 sebesar Rp333 miliar. Sementara Kabupaten Lombok Timur menyumbang remitansi sebesar Rp42,5 miliar. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan tahun 2021, yaitu sebesar Rp394 miliar.

Pekerja Migran Indonesia (PMI) biasanya menitipkan anaknya kepada kakek dan neneknya. Hal ini menyebabkan anak kurang terurus dan rentan akan perlakuan kekerasan. Hal itu juga berakibat pada Anak Pekerja Migran Indonesia (APMI) yang kurang mendapatkan perhatian dan didikan dari orang tua atau orang dewasa. Ini pula yang banyak terjadi di Desa Menceh.

1. Anak dititipkan pada kakek dan nenek

Remitansi Meningkat, Hak Anak Pekerja Migran di NTB Kian TerabaikanIlustrasi TKI yang akan berangkat ke luar Indonesia di masa pandemik. (IDN Times)

Jumlah pekerja migran yang meningkat berdampak pula pada jumlah anak yang diasuh oleh kerabatnya, misalnya oleh kakek dan neneknya Secara tidak langsung, hal ini berdampak kepada pola asuh dan kepribadian anak tersebut.

Kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua yang mereka dapatkan oleh anak pekerja migran berdampak terhadap tumbuh kembangnya. Sehingga mereka membutuhkan perhatian serius dari pemerintah. Termasuk anak-anak pekerja migran yang ada di Desa Menceh.

Baca Juga: Kejaksaan Tinggi Deteksi Kepercayaan Aliran Sesat di NTT

2. Uang mengalir dari PMI

Remitansi Meningkat, Hak Anak Pekerja Migran di NTB Kian Terabaikanilustrasi memberi dan menerima uang (IDN Times/Aditya Pratama)

Bagi sebagian besar pekerja migran Indonesia, materi bukanlah hal yang sulit untuk diberikan kepada anak ataupun keluarga, namun bagi anak, diberikan didikan, kasih sayang serta perhatian dari orang tua jauh lebih baik dari hal tersebut.

Remitansi dari pekerja migran asal Provinsi NTB terbilang cukup tinggi. Data dari Bank Indonesia, jumlah remitansi NTB Januari hingga Mei 2022 sebesar Rp120,6 miliar. Sementara data dari PT Pos Indonesia sebesar Rp212,6 miliar.

Remitansi dari Kabupaten Lombok Tengah sebesar Rp46 miliar, Sumbawa sebesar Rp40 miliar, Mataram Rp22 miliar, Dompu Rp8,9 miliar, dan Kabupaten Bima Rp5,9 miliar. Sementara Kabupaten Lombok Barat Rp12,4 miliar, Sumbawa Barat Rp12,4 miliar, Lombok Utara Rp7 miliar dan Kota Bima Rp2,2 miliar.

3. Pekerja migran dari NTB

Remitansi Meningkat, Hak Anak Pekerja Migran di NTB Kian TerabaikanFoto hanya ilustrasi. ANTARA FOTO/Reza Novriandi

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2014, jumlah Pekerja Migran dari NTB sebanyak 46.187 jiwa, dengan jumlah pekerja migran terbanyak dari Kabupaten Lombok Timur yaitu sebanyak 24.256 jiwa yang terdiri dari 23.213 laki-laki dan 1.313 perempuan. Jumlah ini terbanyak dari 9 kabupaten lainnya.

Sementara itu, sejak 2007 hingga 30 Juni 2022, 537.497 ribu warga NTB menjadi PMI di luar negeri. Angka tersebut merupakan 16,62 persen dari jumlah angkatan kerja NTB sebanyak 2.739.900 orang.

Jumlah ini akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini mengakibatkan banyak Hak anak yang terabaikan dan terbengkalai.

4. Orang tua semakin jauh

Remitansi Meningkat, Hak Anak Pekerja Migran di NTB Kian TerabaikanILUSTRASI (images.app)

Bahkan hak untuk mendapatkan pendidikan juga sering kali diabaikan, banyak dari anak-anak pekerja migran yang putus sekolah akibat kurangnya perhatian orang tua. Hak anak untuk mendapatkan perlindungan dan rasa aman, hak anak untuk mendapatkan pendidikan moral dan agama dari orang tua. Dan masih banyak hak-hak anak lainnya yang terabaikan.

Hal ini berdampak pada pola asuh kepada anak. Anak-anak pekerja migran pada akhirnya tidak memiliki kedekatan secara emosional dengan orang tuanya, karena faktor jarang bertemu secara langsung.

5. Sosialisasi dan pelatihan bagi APMI

Remitansi Meningkat, Hak Anak Pekerja Migran di NTB Kian TerabaikanIlustrasi seorang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) memperlihatkan surat kewaspadaan kesehatan usai mengikuti Rapid Test COVID-19 ketika tiba dari Malaysia di Bandara Internasional Kualanamu Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara, Kamis (9/4/2020). ANTARA FOTO/Septianda Perdana

Anak Pekerja Migran juga membutuhkan pelatihan dan sosialisasi agar terhindar dari prilaku-prilaku yang menyimpang dari norma agama dan sosial yang ada di masyarakat, agar mereka terhindar dari hal-hal negatif.

Oleh karena itu, dibutuhkan diadakannya pelatihan serta sosialisasi agar anak pekerja migran dapat menghabiskan waktu kepada hal-hal yang positif. Pemerintah daerah diharapkan dapat memberikan pelatihan-pelatihan kepada anak-anak pekerja migran. Sehingga mereka tidak merasa terabaikan dan mereka bisa berkarya agar tidak mengikuti jejak orang tuanya menjadi pekerja migran.

Baca Juga: Polisi Temukan Indikasi Peniayaan pada Mayat Guru TK di Mataram

Nurul Hidayah  Photo Community Writer Nurul Hidayah

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya