[WANSUS] Rencana Besar di Balik Penataan Aset Gili Trawangan

Sengkarut lahan Gili Trawangan mulai terurai

Mataram, IDN Times - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan penataan pemanfaatan aset daerah seluas 75 hektare di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara. Sengkarut persoalan lahan yang sebagian besar dikuasai masyarakat, perlahan terus diurai benang kusutnya.

Aset daerah milik Pemprov NTB itu sebelumnya dikerjasamakan dengan PT. Gili Trawangan Indah (PT GTI) seluas 65 hektare dengan nilai kontribusi setiap tahun sebesar Rp22,5 juta. Pada September 2021, Pemprov NTB memutus kontrak kerja sama dengan PT. GTI.

Sejak saat itu, Pemprov NTB mulai menata pemanfaatan aset daerah di Gili Trawangan. Aset daerah yang selama ini dimanfaatkan secara ilegal oleh masyarakat tanpa memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah mulai ditata dengan pola perjanjian kerja sama.

Untuk memfasilitasi dan memaksimalkan potensi Gili Trawangan, Meno dan Air (Tramena) di Lombok Utara, Pemprov NTB mulai Januari 2023, telah membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengelola Destinasi Wisata Unggulan Gili Tramena. UPTD Pengelola Destinasi Wisata Unggulan Gili Tramena punya rencana besar ke depannya untuk menjadikan kawasan tiga Gili di Lombok Utara menjadi destinasi wisata yang benar-benar berkelas dunia.

Berikut hasil wawancara khusus (Wansus) IDN Times bersama Kepala UPTD Pengelola Destinasi Wisata Unggulan Gili Tramena, Mawardi di Mataram, akhir pekan lalu.

1. Bagaimana rencana pengembangan destinasi wisata Gili Trawangan ke depan dengan adanya UPTD ini?

[WANSUS] Rencana Besar di Balik Penataan Aset Gili TrawanganWisatawan mancanegara saat berlibur di Gili Trawangan, Lombok Utara. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Pertama, hadirnya UPTD ini mengoptimalkan pengelolaan pariwisata di Gili Trawangan, Air dan Meno. Sehingga karena ini sudah menjadi destinasi wisata unggulan, kita akan lengkapi infrastruktur pendukungnya.

Coba kita cek sekarang, toilet standar, ada atau tidak. Kalau bencana kebakaran, ada tidak pemadam kebakaran. Kayak kemarin saat terjadi kebakaran, tidak ada pemadam kebakaran kita.

Karena tiga Gili ini agak unik. Sudah ada perkampungan penduduk plus lokasi wisata. Ke depan, kita berharap rumah-rumah penduduk di situ, kita bisa kembangkan dengan mengambil konsep homestay.

Jadi, rumahnya sebelah, ada juga homestay. Jadi kita, pakai kayak kampung homestay ke depannya. Bayangan kita, nanti fasilitas publik ada. Lapangannya di mana, gedung budayanya di mana. Intinya, fasilitas publik harus tersedia.

Puskesmas ada gak, kan gak ada sekarang. Sehingga destinasi pariwisata itu, dari sisi fasilitas kesehatan harus ada. Sekarang klinik swasta semua. Harusnya hadir pemerintah.

2. Siapa saja yang bertanggungjawab membangun infrastruktur pendukung di Gili Trawangan?

Nah, mengurus Gili ini, tidak bisa hanya Pemprov NTB. Tetapi pemerintah pusat, Pemda Lombok Utara dan Pemprov NTB. Kita akan berbagi, yang mana kaplingan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten Lombok Utara.

Contoh sekarang, kewenangan pemerintah pusat itu, perbaikan Jalan Lingkar Gili Trawangan. Termasuk jalan-jalan lingkungan juga pemerintah pusat.

Tetapi yang belum kita temukan, siapa yang menyediakan fasilitas umum seperti toilet. Kalau persoalan sampah, pemerintah kabupaten Lombok Utara. Ini yang kita rumuskan ke depan di tiga Gili.

3. Bagaimana konsep tentang Kampung Homestay di Gili Trawangan

Karena di satu sisi, Gili Trawangan ini perkampungan penduduk, di sisi yang lain juga sebagai destinasi wisata. Makanya, kita ke depan mengambil konsep kampung homestay. Jadi ditata rumah-rumah penduduk ini sehingga layak jadi tempat penginapan wisatawan.

Pemerintah mengintervensi dengan menatanya. Kayak di Destinasi Pariwisata Super Prioritas Mandalika, ada kampung homestay. Jadi, masyarakat juga dapat penghasilan dari keberadaan homestay. Walaupun tempat tinggal, bisa disewakan menjadi penginapan untuk wisatawan.

Karena ini sudah menjadi destinasi wisata, rumah penduduk juga perlu mengikuti daerah wisata. Kenapa perlu kita tata? Karena sekarang ini ada kandang di tengah perkampungan, ada tempat sampah. Ini yang kita coba merelokasi. Jangan sampai ada kandang, di kiri kanannya ada hotel.

Baca Juga: Penyidikan Kasus Aset Gili Trawangan, Pemprov NTB Beberkan Faktanya! 

4. Apakah sudah dibuat masterplannya?

[WANSUS] Rencana Besar di Balik Penataan Aset Gili TrawanganSuasana di Gili Trawangan, Lombok Utara. Pemprov NTB memiliki lahan seluas 75 hektare yang saat ini sedang dilakukan penataan. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Masterplannya dulu dibuat PT. GTI. Sekarang, kita akan bisa membuat masterplan dengan menata yang ada dulu. Karena gak mungkin kita merobohkan bangunan yang sudah ada.
Itulah tugas kami yang pertama ini, menata yang sudah ada dulu. Barulah kita buatkan masterplan. Dimana fasilitas umum, tempat pemadam kebakaran.

Bagaimana sekarang rumah-rumah masyarakat kita bisa menjadi homestay seperti di DPSP Mandalika. Itu kita akan lakukan setelah penataan. Kalau selesai penataan tahun ini, dalam artian semua orang yang menempati lahan itu terdata, bekerja sama dengan Pemprov NTB, baru bisa diintervensi dengan penataan.

Karena harus clear and clean dulu ini. Siapa yang punya lahan, anda menguasai berapa, apa dasarnya. Baru bisa diintervensi dengan program-program pariwisata.
Dengan rencana ini, kedepannya makin optimal pengelolaan aset di Gili Trawangan. Pertama, kehidupan penduduk di situ tertib. Jangan sampai kumuh, ada kandang, sampah campur. Itu yang mau kita tata.

5. Bagaimana UPTD mengurai sengkarut lahan di Gili Trawangan?

Sengkarut lahan Gili Trawangan sudah terurai benang merahnya. Pertama, sudah putus kontrak dengan GTI. Satu babak selesai dulu. Sekarang kita minta masyarakat bekerja sama dengan pemerintah dengan membayar retribusi. Sehingga ada alas hak masyarakat di situ untuk memanfaatkan.

Selama ini, dia hanya bayar pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak hotel dan restoran. Sekarang kena retribusi. Maka akan berefek pada PBB serta pajak hotel dan restoran. PBB dan pajak hotel restoran dipungut kabupaten.

Ini juga kita harus duduk bersama. Jangan sampai bayar dobel sejak kembali ke Pemprov NTB. Jadi ada tiga komponen yang dibayar, retribusi, PBB, pajak hotel dan restoran. Belum perizinannya dari Pemda Lombok Utara.

Pemprov selama ini apa dapatnya. Gak ada, hanya Rp22,5 juta setahun yang dari GTI. Lahan yang sudah terpakai oleh masyarakat di situ sudah 70 persen. Jadi, sisanya 30 persen fasum dan lahan kosong. Totalnya 722 orang masyarakat yang terdata. 70 persen lahan itu sudah ada bangunan. Sisanya 30 persen yang mau ditata.

6. Apakah oknum yang pernah menyewakan dan memperjualbelikan aset daerah akan diakomodir dalam perjanjian kerja sama?

Ini yang harus kami konsultasikan dengan kejaksaan. Ini ranahnya jaksa pengacara negara. Itu kami koordinasikan bagaimana dengan case yang sudah mengalihkan, memperjualbelikan, ini bagaimana. Secara umum semua akan kita akomodir dengan ketentuan yang kita sepakati.

Secara umum masyarakat diakomodir dengan nanti beberapa ketentuan. Jadi, ada persyaratan supaya tidak disalahgunakan aset Pemda. Contoh, masyarakat untuk kebutuhan rumah tangga maka seukuran luasan yang sudah ada. Semua masyarakat yang tinggal di situ akan diakomodir.

Catatannya, kita lihat nanti faktanya. Misalnya terkait bangunan, siapa yang membangun. Apakah investor atau masyarakat. Kita nilai juga. Terus bagaimana cara perolehannya. Gak bisa masyarakat mengklaim bahwa sudah dialihkan aset itu.

Jadi tidak sama kasusnya di semua titik. Kita memperketat dalam artian supaya tidak ada potensi kerugian negara. Kita akomodir dengan ketentuan yang akan kita siapkan.

Beda sewanya antara yang digunakan sebagai tempat tinggal dan berusaha. Pertama, standarnya semua sama sesuai Perda yaitu Rp2,5 juta per are baik di depan maupun belakang. Yang membedakan besaran sewanya nanti untuk apa. Untuk rumah tinggal, atau usaha.

Kedua, setelah kita lihat peruntukannya maka lokasinya atau zonasi. Karena gak mungkin sama antar zona depan, tengah dan belakang.

Baca Juga: 3 ABK Kapal MT Kristin yang Terbakar di Perairan Ampenan Ditemukan

7. Mengapa proses penandatanganan perjanjian kerjasama pemanfaatan aset Gili Trawangan agak lamban?

[WANSUS] Rencana Besar di Balik Penataan Aset Gili TrawanganGili Trawangan, Lombok Utara. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Mengapa proses ini agak lambat. Ini hanya kehati-hatian. Supaya pemerintah jangan salah, masyarakat jangan salah. Penekanan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), kita harus siapkan regulasinya semaksimal mungkin untuk mencegah potensi kerugian negara.

Ini kami diskusikan, misalnya masyarakat bekerja sama dengan Pemprov NTB, misalnya bebannya Rp50 juta. Bagaimana ketika masyarakat menyewakannya ke orang lain lagi. Apakah boleh lebih atau dengan nominal yang sama. Ini yang kita rumuskan dalam perjanjian kerja sama nanti.

Misalnya kalau lebih, kita kasih lebihnya berapa. Karena di situ ada potensi bisnisnya. Misalnya kalau dibayar ke Pemda Rp50 juta. Kalau disewakan misalnya hanya boleh sampai Rp80 juta. Ada selisih Rp30 juta. Kita batasi supaya investor juga tidak kabur. Karena ini tanah negara, jangan ditransaksikan kayak milik pribadi.

8. Berapa perjanjian kerja sama yang sudah diterbitkan?

Saat ini, dari 224 perjanjian yang sudah diterbitkan, 43 sudah menandatangani perjanjian kerja sama dan membayar retribusi. Inilah yang diberikan hak guna bangunan (HGB).

Ini momentum bagi Pemprov NTB untuk menata, bukan menggusur. Kami sedang menata, silakan yang tinggal siapa, supaya jelas siapa tinggal di situ. Kan kita tidak tahu nanti tiba-tiba kejadian. Supaya sesuai namanya destinasi wisata unggulan. Tapi ingat, masyarakat lah yang prioritas.

Gili Trawangan ini menjadi pintu masuk wisatawan mancanegara. Ada ribuan orang per hari datang ke Gili dari Bali. Besar sekali perputaran uang di Gili Trawangan.

Dan perlu diingat, lahan yang dimiliki swasta tertib seperti areal sebelah selatan Gili Trawangan. Tinggal yang lain ikut aturan saja. Kan hanya 75 hektare aset Pemda, sisanya 200 hektare lebih itu milik swasta. Kan luas Gili Trawangan 330 hektare.

9. Apa yang harus dijaga di Gili Tramena supaya wisatawan tetap tertarik berkunjung?

Gili Tramena ini, lautnya yang harus dijaga. Wisatawan ke Gili itu karena wisata baharinya, banyak apot-spot snorkeling. Itu saja yang harus tetap kita jaga. Makanya harus dibatasi, bangunan di Gili itu hanya boleh dua lantai.

Sebenarnya tidak cocok di Gili Tramena itu bangunan berlantai, apalagi pakai beton-beton. Karena pergeseran tanahnya labil. Cocoknya bangunan di sana itu pakai kayu, itu lebih aman kalau ada bencana dan mungkin lebih murah juga dari sisi material.

Mungkin alasnya saja permanen tapi bangunannya tidak. Tapi realitanya tidak. Kita tidak tahu siapa yang berikan izin dulu, kok boleh bangun dengan konstruksi bangunan berlantai-lantai.

Baca Juga: Warga Tuntut SHM Aset Gili Trawangan, Tim Pemprov NTB Datangi KPK 

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya