Uang Kerohiman 80 Hektare Lahan KEK Mandalika Disinyalir Salah Bayar 

Jalan keluar terakhir masyarakat gugat ke pengadilan

Mataram, IDN Times - Pembayaran uang kerohiman lahan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) seluas 80 hektare disinyalir salah bayar. Pembayaran uang kerohiman disinyalir tidak kepada orang yang berhak menerimanya, karena sekitar 43 pemilik lahan pada tanah seluas 80 hektare itu masih memegang bukti-bukti kepemilikan.

"Sekitar 80 hektare yang salah bayar dengan jumlah 43 pemilik," kata Juru Bicara Aliansi Pejuang Lahan KEK Mandalika, M. Samsul Qomar usai rapat tertutup di Pendopo Gubernur NTB, Kamis (17/11/2022).

1. Dana kerohiman dibayar pada 2017

Uang Kerohiman 80 Hektare Lahan KEK Mandalika Disinyalir Salah Bayar Masyarakat yang masih bertahan di dalam KEK Mandalika karena lahannya belum dibebaskan. (dok. Istimewa)

Sebagaimana diketahui, Pemerintah melalui PT. Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) memberikan dana kerohiman kepada masyarakat yang memiliki lahan di KEK Mandalika. Di mana, pada waktu itu, ada 109,6 hektare lahan bermasalah pada 13 titik di KEK Mandalika.

Pada tahap pertama, dana kerohiman yang diserahkan ITDC senilai Rp12 miliar, tahap kedua sebesar Rp 10 miliar dan tahap ketiga sebesar Rp10 miliar. Pada waktu itu, Kapolda NTB Brigjen Pol Firli menjadi ketua tim penyelesaian sengketa lahan di KEK Mandalika. Tim bekerja melakukan verifikasi dan identifikasi sejak tanggal 26 Oktober 2016. Tim bekerja hampir 6 bulan sesuai dengan ketentuan, tahapan dan pedoman yang ada.

Baca Juga: Pendakian Rinjani Meningkat, Cuan hingga Rp41,37 Miliar 

2. Salah bayar dana kerohiman

Uang Kerohiman 80 Hektare Lahan KEK Mandalika Disinyalir Salah Bayar Juru Bicara Aliansi Pejuang Lahan KEK Mandalika M. Samsul Qomar. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Qomar menyatakan pemberian uang kerohiman banyak yang salah bayar. Seharusnya, pemilik lahan yang benar-benar berhak menerima uang kerohiman, justru tidak mendapatkan. Untuk itulah, pihaknya mendesak agar data-data tentang orang-orang yang menerima uang kerohiman dibuka agar persoalan lahan di KEK Mandalika segera tuntas.

"Mereka bayar ujug-ujug ke orang ini, apa alasannya. Apakah mereka punya sertifikat, pipil atau letter c. Sementara warga-warga yang barusan belum dibayar ini, mereka pegang pipil asli semua. Ibarat orang beli mobil, BPKB masih dipegang yang punya," katanya.

Qomar mengatakan dalam rapat tertutup dengan Gubernur NTB Zulkieflimansyah belum ada titik terang terkait penyelesaian sengketa lahan di KEK Mandalika. Malah, masyarakat diminta menggugat orang-orang yang disinyalir telah menerima dana kerohiman ke pengadilan.

"Kita diminta menggugat ke pengadilan, salah satu opsinya. Warga juga belum tentu punya uang dan waktu. Prosesnya juga bisa sampai 2 tahun," kata Qomar.

Kecuali, lanjut Qomar, tanah yang digugat masyarakat dengan ITDC status quo. Artinya, tanah itu tidak boleh diapa-apakan selama proses hukum berjalan.

"Ini kan kita gugat, tanah sudah dijadikan jalan dan berbagai fasilitas. Kalau menang pun kita kewalahan nanti. Karena sudah jadi hotel, alasannya sudah jadi fasilitas umum. Ini akal-akalan semua," kata mantan Anggota DPRD Lombok Tengah ini.

3. ITDC dan Pemprov tak bisa disalahkan

Uang Kerohiman 80 Hektare Lahan KEK Mandalika Disinyalir Salah Bayar Kepala Biro Hukum Setda NTB Lalu Rudi Gunawan. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Sementara itu, Kepala Biro Hukum Setda NTB, Lalu Rudi Gunawan mengatakan sebelum dilakukan pembayaran uang kerohiman, orang-orang yang akan menerima diumumkan lewat media massa. Pada waktu itu, ada Tim Sembilan yang melakukan verifikasi dan identifikasi orang yang akan menerima uang kerohiman berdasarkan alas bukti yang benar.

"Kalau sudah clear, baru dibayar. Bagaimana mungkin dia dibilang salah bayar. Kalau ada yang mengaku bahwa tanah itu miliknya, bukan dia, kenapa saat itu tidak ada sanggahan.

Pada saat saat itu, sebelum diklarifikasi dibuka pengumuman di koran. Tanah ini dikuasai oleh si A. Kalau ada pihak yang mengaku memiliki, seharusnya pada saat itu disanggah," kata Rudi.

Jika tidak ada yang menyanggah, artinya orang yang menerima dana kerohiman sudah benar. Apabila sekarang ada pihak lain yang mengatakan bukti kepemilikan penerima dana kerohiman itu palsu alias tidak benar, maka dia bisa digugat ke pengadilan.

"Akibat salah bayar itu tidak bisa disalahkan kepada ITDC maupun Pemprov NTB. Maka yang bertanggungjawab adalah orang yang menerima dana kerohiman," tegas mantan jaksa Kejaksaan Tinggi NTB ini.

Jalan keluar terakhir untuk menyelesaikan persoalan lahan KEK Mandalika sekarang adalah lewat jalur hukum. Masyarakat yang mengklaim lahannya belum dibebaskan atau belum menerima pembayaran ganti rugi harus menggugat lewat jalur hukum.

"ITDC mengatakan siap membuka data semua, BPN juga siap membuka. Tetapi dengan tiga syarat," katanya.

Pertama, apabila kasusnya sedang berada di kepolisian, maka data-data dapat dibuka ITDC atas perintah aparat penegak hukum. Kedua, data-data dapat dibuka ITDC apabila ada gugatan ke pengadilan. Dan ketiga, data-data dapat dibuka atas persetujuan pemegang hak pengelolaan lahan (HPL) yaitu ITDC.

"ITDC siap membuka tapi atas perintah pengadilan atau APH. Tidak bisa atas desakan Pemprov," tanas Rudi.

Baca Juga: KM Mutiara Timur I yang Terbakar Berangkat dari Banyuwangi

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya