Program Penanggulangan Kemiskinan di NTB Dinilai Gak Tepat Sasaran

Kinerja TKPD NTB Disorot BPK

Mataram, IDN Times - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan pemeriksaan kinerja efektivitas upaya Pemprov NTB menanggulangi kemiskinan tahun 2021. Berdasarkan pemeriksaan ditemukan perancangan program penanggulangan kemiskinan belum memanfaatkan data kependudukan yang relevan dan akurat untuk masyarakat miskin.

"Selama ini, Dinas Sosial Provinsi NTB tidak menggunakan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) dalam menentukan kelompok penerima bantuan," kata Kepala BPK Perwakilan NTB Ade Iwan Ruswana.

1. Indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat

Program Penanggulangan Kemiskinan di NTB Dinilai Gak Tepat Sasaranilustrasi pengangguran (IDN Times/Aditya Pratama)

Ade menyebutkan beberapa indikator yang menunjukkan perbaikan tingkat kesejahteraan di NTB. Pertama, pertumbuhan ekonomi NTB 2021 tercatat 2,30 persen, naik sebesar 2,92 persen dari tahun 2020 yang minus 0,62 persen. Pertumbuhan ekonomi NTB tahun 2021 masih di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 3,69 persen.

Kedua, tingkat pengangguran terbuka di NTB tahun 2021 sebesar 3,01 persen, turun 1,21 persen dari tahun 2020 sebesar 4,22 persen. Tingkat pengangguran terbuka jauh lebih baik dibandingkan nasional yaitu 6,49 persen. Sehingga NTB berada di peringkat pertama secara nasional untuk penanggulangan pengangguran terbuka.

Ketiga, angka gini rasio di NTB pada 2021 sebesar 0,384 turun 0,002 dari tahun 2020 sebesar 0,386. Namun secara nasional, gini rasio masih di atas nasional yaitu 0,381. Sehingga tingkat ketimpangan provinsi NTB lebih tinggi dari nasional.

Keempat, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB pada 2021 sebesar 68,65 persen. Naik 0,40 persen dari tahun 2020 sebesar 68,25 persen. Namun IPM NTB masih berada di bawah rata-rata nasional yaitu 72,29 persen.

Dan kelima, persentase penduduk miskin di NTB tahun 2021 sebesar 13,83 persen. Turun sebesar 0,4 persen dari tahun 2020 sebesar 14,23 persen. Persentase penduduk miskin di NTB masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional sebesar 9,71 persen atau menempati urutan 27 dari 34 provinsi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, kata Ade, Pemprov NTB telah memiliki Pergub No.29 Tahun 2021 tentang penanggulangan kemiskinan. Upaya yang dilakukan Pemprov NTB telah menyelaraskan upaya penanggulangan kemiskinan dengan kebijakan Pemerintah Pusat dan merancang manfaat serta kebijakannya.

"Namun hasil pemeriksaan menunjukkan adanya permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian dalam upaya menanggulangi kemiskinan," ujar Ade.

Baca Juga: Gegara Puntung Rokok, Bus Angkut 35 Penumpang Terguling di Sumbawa

2. Kinerja TKPKD NTB disorot

Program Penanggulangan Kemiskinan di NTB Dinilai Gak Tepat SasaranIlustrasi Kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)

Adapun beberapa permasalahan yang ditemukan BPK berdasarkan hasil pemeriksaan. Pertama, belum adanya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan penanggulangan kemiskinan Pemprov NTB dengan Pemda kabupaten/kota dan antar OPD di lingkup provinsi. Selain itu belum ada monitoring dan evaluasi atas program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan.

Hal ini terjadi karena TKPD Provinsi NTB yang dibentuk Gubernur belum melaksanakan tugas dan fungsinya secara memadai. BPK tidak dapat menelusuri jejak kerja atau hasil tugas TKPKD dalam rangka mengkoordinasikan kegiatan penaanggulanagn kemiskinan baik di tingkat perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan.
T

KPKD NTB juga belum memiliki rencana penanggulangan kemiskinan daerah yang menjadi acuan TKPKD kabupaten/kota. Tidak melaksanakan rapat koordinasi secara berkala dengan TKPKD kabupaten/kota.

"Belum menyusun instrumen atau parameter untuk menilai keberhasilan program penaanggulangan kemiskinan. Serta belum menyusun laporan program penanggulangan kemiskinan daerah. Bahkan belum memiliki Sekretariat TKPKD," bebernya.

3. Penerima bantuan tidak tepat sasaran

Program Penanggulangan Kemiskinan di NTB Dinilai Gak Tepat SasaranWarga memperlihatkan kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Beras. YBM BRILian membagikan 50 kartu ATM Beras kepada masyarakat miskin guna mengambil beras sebanyak 3 kilogram per minggu selama satu tahun. (ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/YU)

Ade menambahkan penentuan kelompok penerima bantuan program penanggulangan kemiskinan melalui usulan pada kegiatan reses DPRD NTB tahun sebelumnya. Selanjutnya usukan nama-nama kelompok diinput dalam aplikasi e-pokir untuk masuk KUA PPAS.
Begitu juga untuk program penanggulangan kemiskinan bagi masyarakat rentan miskin, penentuan masyarakat penerima program tidak menggunakan DTKS. Tetapi berdasarkan usulan data reses DPRD yang diinput pada aplikasi e-pokir.
Hal ini berdampak terhadap potensi pemberian bantuan atau hibah tidak tepat sasaran. Hasil pembandingan secara uji petik antara Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima bantuan dengan DTKS. BPK mengambil sampel 469 orang, terbagi dalam 78 kelompok penerima bantuan. Diketahui, 279 orang atau 59,5 persen tidak masuk DTKS.
"Hasil pengujian lebih lanjut secara uji petik, adanya penerima bantuan yang tidak layak mendapatkan bantuan. Kami keliling ke desa-desa untuk melakukan uji petik," ungkapnya.
Berdasarkan hasil uji petik, kelompok usaha bersama yang tidak jelas keberadaan dan usahanya. Bantuan yang diterima belum dapat dimanfaatkan bahkan ada dijual kembali. Bahkan ada pemotongan ilegal dari bantuan berupa uang.
Sehingga, BPK merekomendasikan Gubernur NTB agar mengupayakan kinerja TKPKD dan berupaya menggunakan DTKS atau hasil pendataan keluarga BKKBN dalam menyusun rancangan program penanggulangan kemiskinan terutama dalam menentukan sasaran penerima hibah dan bantuan sosial.

Baca Juga: Polisi Menyamar Jadi Pembeli, Pengedar Sabu di Mataram Gak Berkutik

4. Data ganda kepesertaan BPJS kesehatan

Program Penanggulangan Kemiskinan di NTB Dinilai Gak Tepat SasaranIlustrasi - BPJS Kesehatan Bekasi (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Data kepesertaan BPJS yang ganda juga menjadi temuan BPK. Karena provinsi mengalokasikan dalam APBD untuk penerima bantuan iuran (PBI). Ada data ganda peserta BPJS penerima PBI dari pusat dan provinsi sebanyak 8.270 jiwa.
Dinas Kesehatan NTB melakukan koordinasi dengan BPJS untuk memvalidasi kepesertaan ganda. Sampai pemeriksaan berakhir, kata Ade, koordinasi tersebut baru menghasilkan penonaktifan data ganda peserta JKN KIS sebanyak 2.880 jiwa.
Kemudian data peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja Pemprov NTB belum akurat sebanyak 3.983 orang. Berdasarkan hasil validasi, peserta yang menjadi kewajiban Pemprov NTB telah meninggal dunia sebanyak 1.365 peserta.
Kemudian data peserta yang tidak ditemukan di lokasi sebanyak 2.618 peserta. Sampai pemeriksaan berakhir, BPJS Kesehatan belum dapat menonaktifkan peserta tersebut. Sehingga perlu koordinasi lebih lanjut antara Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan BPJS Kesehatan.

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya