Darurat  Mikroplastik, Ketika Sungai di NTB Dijadikan Tong Sampah 

Produsen sampah brand besar dituntut ikut bertanggungjawab

Mataram, IDN Times - Sampah plastik menjadi masalah utama dalam pencemaran lingkungan di Indonesia, termasuk Nusa Tenggara Barat (NTB). Karena bersifat karsigonik, butuh waktu ratusan tahun agar sampah plastik terurai secara alami.

Tim ESN bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB dan Gema Alam NTB melakukan deteksi kontaminasi mikroplastik pada 5 sungai di Pulau Lombok. Antara lain, Kokoq Belimbing di Lombok Timur, Sungai Tebelo Kuta di Lombok Tengah, Kali Ning dan Kokoq Jangkuk di Kota Mataram, dan Sungai Meninting di Lombok Barat.

1. Lima sungai di Pulau Lombok terkontaminasi mikroplastik

Darurat  Mikroplastik, Ketika Sungai di NTB Dijadikan Tong Sampah Sampah banyak mengambang di Kokoq Jangkuk Kota Mataram. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Dari 5 sungai yang diuji kadar mikroplasiknya, kata Prigi, ditemukan bahwa semua sungai telah terkontaminasi mikroplastik dengan rata-rata 265 partikel mikroplastik dalam 100 liter. Jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan adalah fiber sebesar 57,2 persen. Sumbernya dari degradasi kain sintetik akibat kegiatan rumah tangga pencucian kain, laundry dan juga limbah industri tekstil. Fiber juga disebabkan oleh sampah kain yang tercecer di lingkungan yang terdegradasi karena proses alam.

Kemudian filamen sebesar 23,8 persen, berasal dari degradasi sampah plastik sekali pakai seperti kresek, botol plastik, kemasan plastik single layer SL dan jaring nelayan.

Selanjutnya, fragmen 14.7 persen, berasal dari deradasi sampah plastik sekali pakai dari jenis kemasan sachet multilayer ML, tutup botol, botol shampo dan sabun. Serta granula 4,3 persen, berasal dari microbeads atau bahan sintetis scrub yang ada dalam personal care seperti sabun, pemutih kulit, sampho, pasta gigi dan kosmetik.

Prigi menjelaskan kontaminasi mikroplastik sebesar 265 partikel per 100 liter masuk kategori kecil. Tetapi jika dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia, seperti sungai-sungai di Jawa Timur dengan rata-rata 636 partikel per liter, pencemaran mikroplastik pada sungai-sungai di Lombok cukup tinggi karena populasi penduduk di Jawa Timur yang mencapai 40 juta jiwa.

Ia mengungkapkan Kali Ning yang berada dalam kota Mataram, sepanjang aliran sungai ini masyarakat bebas membuang sampah plastik ke sungai. Ditambah dengan tingginya populasi penduduk yang berada di sepanjang Kali Ning. Kemudian Kokoq Jangkuk yang menjadi berkumpulnya semua aliran sungai di kota Mataram.

Sedangkan di Sungai Meninting, beberapa desa tidak memiliki sistem pengangkutan sampah. Sehingga sampah penduduk dibuang langsung ke sungai Meninting. Sementara di Sungai Tebelo, Kabupaten Lombok Tengah, sedang berkembang wisata, limbah cair dan sampah dari homestay turut menyumbangkan pencemaran sampah plastik.

Kali Ning mengandung mikroplastik tertinggi dibandingkan Kokoq Jangkuk dan Sungai Meninting. Saluran air Kali Ning dalam pantauan tim investigasi dipenuhi sampah plastik jenis tas kresek, botol plastik, styrofoam dan sachet. "Mikroplastik adalah serpihan atau remahan plastik dengan ukuran lebih kecil dari 5 mm yang berasal dari pecahan plastik ukuran besar seperti tas kresek, plastik bening, sampah pakaian, botol plastik, styrofoam dan sachet yang terfragmen karena arus air dan paparan matahari," jelasnya.

Mikroplastik ini memiliki efek kesehatan pada manusia. Karena mikroplastik dalam air akan menyerak logam berat, polutan di air seperti klorin atau pemutih dan fosfat bahan detergen. Mikroplastik akan menyerap polutan dan apabila tertelan oleh ikan maka akan merusak sistem reproduksi dan pertumbuhan ikan.

Apabila mengkontaminasi daging ikan maka efeknya akan berlanjut pada metabolisme manusia yang mengonsumsi ikan tercemar mikroplastik. Selain menyerap polutan mikroplastik terbentuk dari polimer-polimer yang tersusun atas bahan-bahan pengganggu hormon.

Baca Juga: Inggris Jajaki Peluang Kerja Sama Energi Terbarukan dengan NTB 

2. Pemerintah harus segera lakukan recovery

Darurat  Mikroplastik, Ketika Sungai di NTB Dijadikan Tong Sampah Tim Ekspedisi Sungai Nusantara menemukan pencemaran mikroplastik pada Sungai Deli, Kota Medan. (Dok: Ekspedisi Sungai Nusantara)

Direktur Eksekutif Walhi NTB Amri Nuryadin mendesak pemerintah segera melakukan recovery atau pemulihan sungai-sungai yang berada di Kota Mataram dan Lombok Barat. Supaya tidak menjadi tempat pembuangan sampah plastik atau tong sampah.
Ia menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia telah memiliki Peraturan Pemerintah No. 22/ Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam PP tersebut memandatkan bahwa sungai-sungai di Indonesia harus nihil sampah.

“Temuan tim Investigasi Walhi NTB dan ESN menemukan sungai-sungai di Kota Mataram dipenuhi sampah plastik dan menyebabkan Sungai Meninting dan Kokoq Jangkuk tercemar mikroplastik," ungkap Amri.

Hasil investigasi yang dilakukan bersama Tim ESN ditemukan fakta bahwa sungai di kota Mataram berubah menjadi tempat sampah, sampah sachet, tas kresek, styrofoam, popok bayi dan sampah pakaian. Tim investigasi terdiri dari peneliti dan relawan Walhi NTB, antara lain Bima Bani Perkasa, Angga Putradi, Mathori Abdul Wahid dan Nelda Hannia. Serta Peneliti ESN Prigi Arisandi dan Amiruddin Muttaqin.

Mereka mengambil sampel air pada 5 lokasi di Kali Ning, Kokoq Jangkuk dan Sungai Meninting dan rata-rata 290 partikel mikroplastik dalam 100 liter air. Sampel air yang diambil kemudian disaring dengan plankton net mesh 350 atau di dalam 1 inch terdapat 350 benang penyaring. Kemudian dipindahkan dalam cawan petri dan diamati di bawah mikroskop stereo dengan pembesaran 100 - 400.

Secara fisik, mikroplastik fiber nampak seperti benang-benang di bawah 1 mm berwarna biru merah. Sedangkan filamen adalah lembaran-lembaran plastik warna biru bening. Sementara fragmen umumnya berwarna biru coklat dan kuning, fisiknya solid dan sulit untuk dipisahkan atau tidak putus.

Dijelaskan, kontaminasi mikroplastik bisa disebabkan oleh berubahnya fungsi sungai menjadi tempat sampah dan tidak adanya infrastruktur pengolahan sampah yang baik di Kota Mataran dan Kabupaten Lombok barat. Indikasi ini bisa dilihat dari tidak tersedianya tempat sampah dan sistem pengelolaan sampah yang memadai pada tiap desa atau kelurahan untuk layanan penjemputan sampah, pemanfaatan dan pengolahan. Sehingga menyebabkan warga membuang sampahnya ke selokan dan sungai.

Selain itu, rendahnya kepedulian warga mengenai pentingnya fungsi sungai dan acuh pada dampak lingkungan. Warga menjadikan sungai menjadi tempat membuang sampah. Kemudian, sampah yang tercecer di tepi sungai terbawa arus menuju ke hilir hingga ke muara. Bahkan bisa dilihat sampah tak terhitung jumlahnya dari Kali Ning ke Kokoq Jangkuk.

3. Sampah plastik dari brand-brand besar

Darurat  Mikroplastik, Ketika Sungai di NTB Dijadikan Tong Sampah Sampah dari sungai yang mengotori pesisir pantai di Lombok Timur. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Jenis sampah yang paling banyak ditemukan adalah sampah pembungkus atau sachet yang diproduksi oleh brand-brand besar seperti PT Wings, PT Unilever, PT Mayora, dan PT Indofood. Selain sampah sachet, banyak juga ditemukan sampah pakaian, sikat gigi, korek api, sandal, sepatu, ban motor, plastik mika dan popok.

Tim investigasi juga melakukan brand audit untuk mengetahui jenis dan produsen sampah plastik yang banyak dijumpai tertimbun di Sungai Meninting Lombok Barat. Dari 1.000 piece sampah yang dipunggut di Sungai Meninting, Desa Gegerung Kecamatan Lingsar Lombak Barat dan dmKokoq Jangkuk, ditemukan 9 produsen sebagai pencemar. Yaitu PT Wings, PT Unilever, PT Nabati, PT Mayora, PT P&G, PT Santos Jaya, PT Unicharm dan PT Forisa.

Anggota Tim Investigasi Mathori Abdul Wahid mengatakan keberadaan sampah sachet mendominasi sampah yang mengambang di sungai. Saluran-saluran air dan sungai di Kota Mataram dipenuhi oleh styrofoam, botol plastik, popok dan sachet.

Sampah sachet yang tidak bisa didaur ulang harus menjadi tanggungjawab produsen. Pemerintah Indonesia memiliki Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang berisi roadmap pengurangan sampah plastik. Di antaranya, tanggunjawab produsen untuk ikut mengolah 30 persen sampah plastik packaging yang dihasilkan.

Perlu upaya dari pemerintah pusat dan daerah untuk mencegah laju kontaminasi sampah dan limbah domestik. Pemerintah harus segera melakukan upaya konkrit dan serius dengan mempeluas layanan tata kelola sampah hingga pelosok desa atau kelurahan yang dilewati Kokoq Jangkuk dan Sungai Meninting. Pemerintah juga perlu membangun TPS3R di setiap desa atau kelurahan yang dilewati Kokoq Jangkuk dan Sungai Meninting dengan didukung fasilitas sampah di pelosok desa dan masyarakat yang hidup di bantaran sungai.

Selain itu, menyelesaikan tumpang tindih kewenangan pengelolaan sungai, pemerintah sudah saatnya memangkas birokrasi dan tumpang tindih antar instansi pengelolaa sungai. Supaya anggaran pengelolaan sungai dan kinerja instansi dalam pengelolaan dapat maksimal.

Kemudian memfokuskan dana APBD dan APBN untuk pengelolaan Koko Jangkuk dan Sungai Meninting. Pemerintah harus segera menaikkan anggaran untuk pengelolaan Kokoq Jangkuk dan Sungai Meninting dan masalah persampahan dengan memaksimalkan petugas sampah dan fasilitas sampah di setiap kawasan padat penduduk.

Pemerintah juga perlu membuat terobosan sistem pengaduan pencemaran yang mudah, efisien dan sistematis. Perlu edukasi bagi masyarakat tentang tata cara melakukan pengaduan pencemaran, agar masyarakat tidak kesulitan melakukan upaya advokasi jika menemukan suatu pelanggaran lingkungan serta memaksimalkan penegakan hukum lingkungan agar timbul efek jera.

Apabila pemerintah sudah membangun infrastruktur pengolahan sampah di sepanjang Kokoq Jangkuk dan Sungai Meninting, pemerintah harus serius menindak warga yang membuang limbah dan sampah ke sungai. Serta melakukan terobosan yang efisien dan konkret dalam melakukan pengawasan seperti pemasangan CCTV di setiap outlet dan titik timbulan sampah, memasang alat pemantau khusus limbah perusahaan yang dapat bekerja selama 24 jam.

Kemudian mendorong perusahaan atau industri untuk patuh terhadap regulasi lingkungan. Upaya Extended Producers Responsibility (EPR) atau tanggungjawab produsen penghasil sampah plastik harus segera dimaksimalkan, agar tidak ada lagi sampah plastik yang bocor ke sungai. Tim Investigasi juga meminta agar produsen penghasil sampah plastik dari brand-brand besar membersihkan sampah mereka dari Kokoq Jangkuk dan Sungai Meninting.

Baca Juga: Belasan Bencana Hantam NTB dalam Sebulan, 4.242 Masyarakat Terdampak 

4. Nelayan di Lombok kena dampak, sampah plastik mengancam ekosistem laut

Darurat  Mikroplastik, Ketika Sungai di NTB Dijadikan Tong Sampah Sampah plastik yang mengotori daerah pesisir di hulu sungai di Lombok Timur. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB menyebutkan jumlah sampah plastik sekitar 26 - 35 ton per hari. Jumlah itu merupakan 10 hingga 12 persen dari jumlah timbulan sampah yang mencapai 2.600 - 3.300 ton per hari di NTB.

Pembuangan sampah di sungai cukup dirasakan nelayan di daerah hilir atau pesisir. Seperti di Kampung Padak Sie, Desa Seruni Mumbul, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur, nelayan merasakan dampak sampah yang mengotori pinggir pantai dan laut.

Sampah itu merupakan kiriman dari daerah hulu yang cukup mengancam ekosistem laut.
Salah seorang nelayan Jumadil (35) mengatakan nelayan sangat merasakan dampak pembuangan sampah di sungai. Mereka yang berada di pesisir pantai mendapatkan sampah kiriman dari daerah hulu yang menumpuk mencemari laut.

Menurutnya, perlu ada upaya pengelolaan sampah di daerah hulu. Supaya masyarakat dapat mengolah sampah dan tidak lagi membuangnya di sungai. Sehingga masyarakat di daerah hilir tidak lagi merasakan dampak dari pembuangan sampah sembarangan di sungai. Selain merusak biota laut, sampah yang berserakan di pesisir pantai juga berdampak terhadap aktivitas para nelayan. Baling-baling perahu tersangkut sampah plastik dan ekosistem laut menjadi terancam.

Sementara itu, Direktur Eksekutif DDoro Care M. Wahyu Rosadi menyatakan sampah plastik masih menjadi persoalan serius di destinasi-destinasi wisata NTB khususnya Pulau Lombok. Berdasarkan hasil pengumpulan sampah di 10 destinasi wisata selama sebulan di Pulau Lombok, terkumpul sampah sebanyak 480 kg. Dimana, 70 persen merupakan sampah plastik.

Ia menyebut 10 destinasi wisata yang masih belum bebas dari sampah plastik seperti Kota Mataram di Pantai Gading dan Pantai Loang Baloq, Lombok Tengah di Pantai Kuta Mandalika dan Pantai Selongbelanak. Kemudian Lombok Timur di Pantai Tanjung Luar dan Pantai Labuhan Haji, Lombok Utara di Pantai Nipah dan Pantai Kecinan.

Pemprov NTB sendiri telah memiliki Perda tentang Pengelolaan Sampah. Namun, regulasi tersebut belum spesifik mengatur tentang pembatasan penggunaan kantong plastik sekali. Sehingga pihaknya mendorong Pemda agar membuat regulasi yang khusus mengatur tentang pembatasan penggunaan kantong plastik sekali pakai. Produsen yang menghasilkan produk berupa plastik juga harus punya tanggungjawab dalam pengelolaan sampah.

5. Gerakan pilah dan olah sampah dari sumbernya

Darurat  Mikroplastik, Ketika Sungai di NTB Dijadikan Tong Sampah Kepala Dinas LHK Provinsi NTB Julmansyah (Dok. Pribadi)

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi NTB Julmansyah mengatakan hasil penelitian Tim Investigasi Walhi NTB dan ESN bisa menjadi salah satu data dasar dalam pengelolaan dan penanganan sungai ke depannya. Selama ini, Dinas LHK NTB juga melakukan pemantauan sungai, tetapi lebih pada parameter tingkat keasaman (pH), oksigen terlarut, kekeruhan, suhu, dan total fosfat.

"Kami sudah minta teman-teman di Laboratorium Lingkungan untuk mulai melakukan uji parameter mikroplastik. Kita punya Laborotorium Lingkungan, yang sudah terakreditasi untuk laboratorium uji. Sekarang kami siapkan akreditasi lab lingkungan dan teregister di KLHK. 2023 ini kita punya lab yang sangat komplit," kata Julmansyah.

Saat ini, Pemprov NTB sedang mendorong program zero waste sebagai strategi agar pengelolaan sampah semakin baik ke depan. Pemprov NTB bersama Pemkot Mataram dan Pemda Lombok Barat mendorong Gerakan Pilah dan Olah Sampah dari Sumbernya. Untuk mendorong agar setiap sampah bisa selesai di sumbernya.

Julmansyah menambahkan sungai yang tercemar mikroplastik dijadikan sebagai isu yang besar . Termasuk Pemda kabupaten/kota juga sedang memikirkan dampak pembuangan limbah industri laundry. Hasil temuan Tim Investigasi Walhi NTB dan ESN harus semakin membuat masyarakat menyadari betapa pentingnya zero waste atau lingkungan yang sehat.

"Kami mengapresiasi dukungan teman-teman dari Walhi dan ESN yang melakukan inventarisasi timbulan sampah di Meninting dan Jangkok. Kondisi yang disampaikan merupakan kondisi yg harus disikapi bersama," katanya.

Kota Mataram, saat ini sedang membuat regulasi terkait pembatasan plastik sekali pakai. Begitu juga kabupaten/kota lainnya sudah didorong melalui Dinas Lingkungan Hidup masing-masing untuk membuat regulasi pembatasan plastik sekali pakai.

Pemprov NTB juga memberikan atensi Peraturan Menteri LHK No. 75 Tahun 2019 tentang Roadmap Pengelolaan Sampah. Dengan merumuskan kebijakan terkait Extended Producer Responsibility (EPR) sebagai bukti komitmen pemerintah mendorong tanggungjawab para produsen sampah untuk mengelola sampahnya.

Menindaklanjuti temuan Walhi NTB dan ESN, pihaknya akan melakukan beberapa langkah. Antara lain, mendorong peningkatan cakupan pelayanan, terutama bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai oleh Pemkot Mataram. Kemudian meningkatkan seinergitas penanganan sampah sungai.

Selanjutnya, meningkatkan edukasi dan intensifikasi aplikasi LESTARI NTB, agar masayrakat semakin mudah dalam mengakses pembinaan oleh pemerintah. Selain itu, mempercepat terbitnya regulasi terkait EPR dan mendorong Pemda kabupaten/kota di seluruh NTB, mulai melakukan penegakan aturan terkait dengan pihak-pihak yang melakukan pembuangan sampah, khususnya di wilayah sungai.

6. Sikapi dengan program zero waste dan hilirisasi

Darurat  Mikroplastik, Ketika Sungai di NTB Dijadikan Tong Sampah Sekolah di Lombok Barat yang dibangun dari bata plastik. Pabrik bata plastik sedang dibangun di NTB yang akan beroperasi tahun 2023 untuk mendukung penanganan sampah plastik. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Sementara, Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalilah mengatakan sungai tercemar mikroplastik memang menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama semua pihak. Pemprov NTB menyikapinya dengan program unggulan zero waste. Dalam program zero waste, Pemprov NTB menargetkan pengurangn sampah 30 persen dan penanganan sampah 70 persen sampai akhir 2023. Sehingga pengelolaan sampah menjadi 100 persen.

Namun untuk mencapai pengelolaan sampah 100 persen, tidak bisa seperti membalikkan telapak tangan. Tetapi butuh waktu sehingga masyarakat menyadari pentingnya memilah sampah dari rumah. Ia memberikan contoh seperti Denmark, butuh waktu sampai 50 tahun. "Jadi memang kita butuh bagaimana efektif lagi ke depan, supaya gerakan ini betul-betul mulai dari rumah dan seluruh kabupaten/kota konsen," ujarnya.

Wagub Rohmi mengungkapkan progres pengelolaan sampah di NTB semakin membaik. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya masyarakat yang peduli, termasuk perguruan tinggi. Selain mendorong gerakan pilah sampah dari rumah, NTB juga melakukan hilirisasi dalam penanganan masalah persampahan.

Antara lain, pembangunan pabrik pengolahan sampah Refuse Derived Fuel (RDF) di TPA Kebon Kongok. Pabrik RDF akan commisioning pada bulan Maret 2023. Kemudian pembangunan pabrik bata plastik yang akan commisioning pada bulan Mei 2023.

Selain itu, sudah terbangun pabrik pengolahan limbah B3 di Lemer Sekotong Lombok Barat. Daur ulang sampah juga terus didorong, serta pendirian bank sampah di seluruh desa dan kelurahan di NTB yang diintegrasikan dengan posyandu keluarga.

"Ini ikhtiar-ikhtiar kita, butuh kerja sama semua pihak. Kita koroyok bersama-sama. Bagaimana membuat masyarakat NTB pilah sampah dari rumah, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, dan terus menerus saling mengingatkan mulai dari keluarga, lingkungan sekitar, kita mulai dari diri kita. Sehingga jangan saling menyalahkan terus tapi tidak melakukan apa-apa dari diri sendiri," katanya.

Baca Juga: Waspada! Tinggi Gelombang Perairan Selatan NTB hingga 6 Meter 

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya