Melihat Implementasi UU TPKS di Pulau Surga Gili Trawangan

Pencegahan kekerasan seksual terkendala anggaran

Lombok Utara, IDN Times – Gili Trawangan merupakan salah satu destinasi wisata primadona di Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Gili ini selalu ramai dikunjungi wisatawan, baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Meski demikian, di Gili Trawangan ternyata belum ada pusat aduan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Padahal, tempat wisata ini terbilang rawan terjadi kekerasan, termasuk kekerasan seksual.

Kepala Dusun Gili Trawangan, Husni mengungkapkan kondisi sosial masyarakat di sana. Dia mengakui bahwa gili ini menjadi tempat yang cukup rawan terjadi kekerasan seksual. Terbukti dengan adanya beberapa kasus yang pernah ia selesaikan bersama warga setempat. Baik itu kasus yang terjadi antarwarga, maupun kasus antara warga setempat dengan wisatawan.

“Memang beberapa kali pernah terjadi itu (kekerasan seksual). Biasanya itu karena pelaku atau korban dalam kondisi mabuk. Memang rawan ya, karena gili kan didatangi oleh banyak orang dengan berbagai latar sosial budaya,” ujarnya, di Lombok Utara, Selasa (21/6/2022).

Dia mengatakan bahwa di Gili Trawangan sudah ada aturan adat atau awig-awig yang sudah disepakati bersama oleh warga setempat. Aturan ini juga berlaku bagi wisatawan atau pekerja di Gili Trawangan. Bagi siapa saja yang melanggar aturan norma kesopanan atau norma kesusilaan, maka akan diberikan sanksi adat tersebut.

“Kita ada awig-awig. Kalau kita temukan ada kasus pelecehan seksual, pelakunya langsung kita usir dari Gili Trawangan. Kalau pelakunya pekerja, tidak boleh lagi bekerja di sini. Kalau pelakunya wisatawan, kita langsung blacklist,” ujarnya.

1. Tak pernah ada program sosialisasi

Melihat Implementasi UU TPKS di Pulau Surga Gili TrawanganWarga berjualan di pasar yang ada di Gili Trawangan (IDN Times/Linggauni)

Sudah empat tahun lamanya Husni menjadi kepala dusun di gili ini. Selama itu, Husni mengaku tak pernah sekalipun ada program seperti sosialisasi tentang pencegahan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Menurutnya, sosialisasi itu sangat diperlukan. Apalagi gili menjadi tujuan wisata yang kini mulai banyak dikunjungi kembali setelah gempa dan covid-19.

“Menteri-menteri sering datang, termasuk pejabat-pejabat dari pusat juga. Tapi tidak pernah bikin program di sini, apalagi soal kekerasan seksual, itu tidak pernah sama sekali. Padahal itu sangat dibutuhkan, agar warga kami bisa paham,” ujarnya.

Secara pribadi, Husni sudah mengetahui tentang pengesahan Undang-Undang No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Namun secara umum belum pernah ada sosialisasi tentang UU ini kepada masyarakat di gili.

Hal ini juga menjadi perhatian dari Pemerintah Kabupaten Lombok Utara. Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DSP2A) Kabupaten Lombok Utara, Fathurrahman mengatakan bahwa selama ini memang tak pernah ada program khusus tentang sosialisasi pencegahan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Bukan saja di Gili Trawangan, namun di Kabupaten Lombok Utara pada umumnya.

“Selama ini memang kita belum pernah melakukan sosialisasi terkait UU TPKS itu. Termasuk kita di dinas ini juga belum mendapatkan sosialisasi itu dari pusat. Kita harap Kementerian PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) segera melakukan sosialisasi,” kata Fathurrahman yang dikonfirmasi IDN Times di Tanjung, Jumat (24/6/2022).

Menurutnya, persoalan perempuan dan anak di daerah itu cukup kompleks. Mulai dari perkawinan usia dini, kasus kekerasan dalam rumah tangga hingga kekerasan seksual yang masih terjadi. Sehingga menurutnya sosialisasi dan implementasi dari UU TPKS ini harus segera dilakukan.

“Kalau di kita kan menangani yang bermasalah saja. Tahun kemarin itu ada 62 kasus pada anak, umumnya kasus pernikahan dini. Ini sangat disayangkan dan ini merupakan angka yang banyak kalau menurut kami,” ujarnya.

2. Terkendala anggaran

Melihat Implementasi UU TPKS di Pulau Surga Gili Trawanganilustrasi memberikan uang (IDN TImes/Reza Iqbal)

Pada dasarnya, Fathurrahman dan jajarannya sangat siap untuk melakukan program-program pencegahan TPKS di daerah itu, namun terkendala anggaran. Sehingga dia berharap agar Kementerian PPPA dapat menganggarkan untuk program sosialisasi dan penanganan kasus melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).

“Tahun 2023 nanti memang kita ada rencana untuk melakukan sosialisasi tentang pencegahan pernikahan dini. Nanti di sana kita bisa selipkan juga sosialisasi tentang UU TPKS ini. Namun kami tetap berharap bisa mendapatkan anggaran dari pusat, karena kalau dari daerah itu tidak ada (anggaran),” ujarnya.

Dia berharap Gili Trawangan yang menjadi wisata andalan Lombok Utara itu bisa menjadi tempat yang aman bagi perempuan dan anak-anak, baik itu wisatawan maupun warga sekitar. Sehingga wisatawan dan warga bisa tinggal dengan nyaman.

Baca Juga: Tim Gajser Akan Berikan Performa Terbaik di MXGP Samota

3. Perlu pusat aduan atau call center

Melihat Implementasi UU TPKS di Pulau Surga Gili TrawanganPixabay

Setelah penerbangan ke Bali dibuka untuk wisatawan, kunjungan ke gili juga ikut meningkat. Setidaknya ada 500 lebih wisatawan yang datang ke Gili Trawangan menggunakan kapal cepat dari Bali setiap hari. Kondisi ini diprediksi akan terus mengalami peningkatan seiring semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Bali dan Lombok.

Pemerhati Anak dari Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) Universitas Mataram, Joko Jumadi mengaku bahwa pihaknya pernah mendapatkan aduan tentang kasus kekerasan seksual di tempat wisata. Korban yang saat itu dalam kondisi mabuk atau setengah sadar mendapatkan kekerasan seksual saat berada di gili.

“Kalau kasus kekerasan seksual di gili memang ada. Kami juga pernah mendapatkan laporan itu. Selama ini memang kita tidak pernah menyentuh gili untuk sosialisasi, karena kami fokus ke daerah terpencil. Tapi sepertinya memang kawasan-kawasan wisata ini juga penting saat ini,” kata Joko yang juga merupakan Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram ini.

Joko mengatakan bahwa selama ini tidak pernah berpikir untuk melakukan sosialisasi di tempat wisata populer seperti Gili Trawangan. Namun melihat tempat wisata menjadi lokasi yang rawan terjadi kekerasan seksual pada perempuan dan anak, maka pihaknya merasa perlu untuk memberikan edukasi dan sosialisasi.

“Selama ini memang tidak terpikirkan oleh kami untuk mengirim mahasiswa KKN (Kuliah Kerja Nyata) ke Gili Trawangan. Namun kami merasa bahwa UU TPKS ini perlu untuk disosialisasikan di sana,” ujarnya.

Dia juga berharap di Gili Trawangan ada pusat aduan atau call center yang bisa dihubungi oleh korban jika mengalami pelecehan seksual selama berada di kawasan itu. Rumah singgah juga perlu disediakan untuk menerima segala jenis aduan, baik itu tentang kekerasan pada anak atau kekerasan seksual pada perempaun dan anak.

“Menurut saya, yang paling mendesak adalah call center. Harus ada pusat aduan, jadi kalau ada korban, mereka bisa langsung menghubungi call center itu. Mereka tidak perlu merasa takut untuk menghubungi call center,” ujarnya.

Menurut Joko, kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan akan sangat memengaruhi masyarakat setempat. Bukan itu saja, hal seperti ini juga dapat merusak citra pariwisata di tempat itu. Sehingga, pemerintah daerah setempat diharapkan bisa lebih cepat dalam melakukan sejumlah upaya pencegahan.

“Upaya pencegahan harus segera dilakukan. Perbanyak sosialisasi tentang UU TPKS, buatkan pengumuman atau baliho tentang call center dan lakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah juga. Sehingga anak-anak bisa lebih aware sejak dini,” kata Joko.

Joko berharap segala upaya untuk mencegah terjadinya semua jenis kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat segera dilakukan. Sehingga hal-hal yang bertentangan dengan UU TPKS itu tidak terjadi di Gili Trawangan yang juga dikenal dengan Pulau Surga.

Baca Juga: 197 Kru dan Pembalap MXGP Tiba di Lombok 

Topik:

  • Linggauni
  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya