Melihat Jejak Sejarah Peradaban Hindu-Budha di Bima

Bukti peradaban Hindu-Budha sebelum islam masuk di Bima

Bima, IDN Times- Di Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) kaya dengan jejak peninggalan sejarah masa lampau. Salah satunya objek wisata Wadu Pa'a (batu pahat) yang terletak di bagian barat daya teluk Bima, tepatnya di kawasan Desa Kananta Kecamatan Soromandi.

Cagar budaya yang kini di bawah penanganan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Denpasar di Bali ini merupakan situs candi tebing tertua di Bima bahkan pulau Sumbawa. Ukiran-ukiran pada Wadu Pa'a mengandung nilai historis yang tinggi, karena media ukirannya langsung pada tebing-tebing batu yang berbentuk stupa. Ini diyakini sebagai peninggalan saat masuknya Hindu-Budha di Bima.

1. Wadu Pa'a dipahat oleh sang bima (bangsawan dari jawa)

Melihat Jejak Sejarah Peradaban Hindu-Budha di BimaFoto tebing yang dipahat (Dok/Istimewa)

Budayawan Bima, Alan Malingi mengatakan, Wadu Pa'a merupakan situs tertua sebagai tempat pemujaan dan persembahan pengikut ajaran Budha dan Hindu untuk memuja Siwa. Hal itu ditandai dengan ragam ukiran, mulai dari Relief Ganesha, Siwa Pa'a, Siwa Mahaguru, Dhyanibuddha, dan relief stupa dengan berbagai tingkat payung.

Sesuai yang tertuang dalam naskah kuno warisan kerajaan bima, situs Wadu Pahat pertama kali diukir oleh Sang Bima (bangsawan dari jawa) diperkirakan pada abad ke-8. Ketika sedang memahat saat itu, disaksikan langsung oleh ncuhi (penguasa wilayah).

"Sebelum pergi ke arah matahari terbit, para ncuhi menemukan Sang Bima sedang pahat Wadu Pa'a. Begitu bunyi dalam naskah kuno," jelas dia pada IDN Times, Selasa (20/9/2022).

2. Situs wadu pa'a dipahat secara bertahap

Melihat Jejak Sejarah Peradaban Hindu-Budha di BimaFoto kawasan situs wadu pa'a dari jarak jauh (Dok/Istimewa)

Prasasti Wadu Pa'a ini dipahat secara bertahap hingga masuk abad ke-14. Tergantung aliran dan keyakinan pendatang dan masyarakat lokal kala itu, jauh sebelum ajaran Islam masuk ke tanah Bima.

"Tapi yang merintis awalnya adalah Sang Bima. Terkait Raja Bima pertama, Indra Jamrud apakah ikut memahat juga, itu tidak dijelaskan dalam naskah kuno," terangnya.

Kemudian dalam perjalanannya, prasasti Wadu Pa'a tersebut pertama kali ditemukan oleh peneliti belanda bernama G.P Rouffaer pada tahun 1910 Masehi. "Wadu Pa'a ini situs tertua peninggalan jejak sejarah Hindu dan Budha di Bima, bahkan se pulau Sumbawa," jelas Alan Malingi.

Baca Juga: Liburan di Pantai Bonto Bima, Ada Restoran dan Tempat Camping 

3. Diharapkan ditata dan dilestarikan

Melihat Jejak Sejarah Peradaban Hindu-Budha di BimaFoto Budayawan Bima, Alan Malingi (Dok/Istimewa)

Alan Malingi mengaku keberadaan situs tertua tersebut terkesan terbengkalai. Bahkan sejumlah ukiran di sisi utara Wadu Pa'a sudah terkikis akibat tergerus banjir dari gunung.

"Iya sudah ada yang tergerus. Yang masih terlindungi di sisi selatan," terangnya.

Karena itu, situs tertua di pulau Sumbawa tersebut diharapkan dapat dilestarikan dan ditata dengan baik oleh pemerintah. Sebab dalam perspektif sejarah dan budaya, peninggalan sejarah masa lampau harus dilestarikan, terlebih hal ini menyangkut jejak perjalanan kepercayaan masyarakat sebelum Islam masuk ke tanah Bima.

4. Lokasi hingga keindahan situs wadu pa'a

Melihat Jejak Sejarah Peradaban Hindu-Budha di Bima

Untuk berkunjung ke tempat ini relatif jauh dari pusat kota Kabupaten Bima. Dalam perjalanan, kurang lebih menghabiskan waktu sekira 1 jam lebih, lalu sampai tujuan.

Kendati demikian, pengunjung dipastikan tidak akan merasa kelelahan. Karena selama di kendaraan, pengunjung akan melewati sejumlah desa pesisir pantai dengan hamparan sawah yang hijau. Termasuk gugusan pegunungan hingga benteng perang peninggalan kolonial Belanda yang terletak di Desa Punti.

Begitu tiba di Wadu Pa'a, penghujung tidak hanya ukiran batu yang dipahat di tebing, tapi masih banyak pesona lain yang bisa dinikmati. Misalnya, pengunjung bisa langsung mandi air laut yang jernih dengan gelombang laut yang mengalun pelan.

Kemudian, di sekitar kawasan setempat, wisatawan juga akan disuguhkan dengan hamparan tanaman bawang petani yang hijau dan masih banyak lagi keindahan lainnya.

5. Terbengkalai dan tak terurus

Melihat Jejak Sejarah Peradaban Hindu-Budha di BimaIlustrasi jalan rusak (IDN Times/Ervan Masbanjar)

Saat IDN Times berkunjung belum lama ini, situs Wadu Pa'a tampak sepi dan tak seramai di objek wisata lain. Betapa tidak, fasilitas penunjang guna memikat wisatawan seperti musala, toilet dan sejenisnya tidak ditemukan di kawasan setempat.

Tidak hanya di kawasan Wadu Pa'a, jalan setapak yang cukup curam sekitar 300 meter menuju tempat tersebut juga terpantau rusak parah. Batu dan kerikil bertebaran di ruas jalan.

Kepala Desa Kananta Aidin Abdullah yang dikonfirmasi membenarkan kondisi situs Wadu Pa'a yang tak terurus. Kondisi ini diakui kerap dikeluhkan ke Pemda Bima, meminta agar pengelola situs Wadu Pa'a dialihkan dari Pemerintah Provinsi Bali ke Pemda Bima.

"Misanya dikelola oleh Pemda, kami sebagai Pemdes bisa lakukan penataan dan merawat dengan baik. Selama ini kami dilema pada sistem pengelolaan itu," ujar dia yang dikonfirmasi via ponsel, Selasa sore (20/9/2022).

Meski demikian, dalam perencanaan pihaknya akan tetap melakukan penataan kawasan Wadu Pa'a. Karena menurut dia, cukup disayangkan jika situs tertua peninggalan sejarah dibiarkan terbengkalai dan tak terurus.

"InsyaAllah nanti kami akan bangun tempat duduk dan penataan lain di kawasan Wadu Pa'a, supaya menarik pengunjung," tutur Kades dua periode ini.

Selain lestarikan sejarah,  perputaran ekonomi masyarakat setempat nanti juga akan meningkat. Karena semakin banyak pengunjung, makan semakin tinggi pula daya beli pengunjung terhadap jualan pelaku UMKM di wilayah setempat.

Baca Juga: Melihat Benteng Perang Peninggalan Belanda di Bima yang Terabaikan

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya