Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ibu angkat Prada Lucky bersaksi di persidangan.
Ibu angkat Prada Lucky bersaksi di persidangan. (Dok Dilmil Kupang)

Intinya sih...

  • Prada Lucky mengalami henti jantung di rumah sakit setelah penganiayaan di batalyon.

  • Maria Anselina Made sempat nginap dan berkebun dengan Prada Lucky sebelum kejadian tragis itu terjadi.

  • Maria juga titip obat dan melarang agar anggota tidak memukuli Lucky saat membawanya kembali ke batalyon.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kupang, IDN Times - Suasana ruang sidang Pengadilan Militer III-15 Kupang mendadak hening saat kesaksian Maria Anselina Made, ibu angkat mendiang Prada Lucky Chepril Saputra Namo, menggema. Suaranya bergetar menahan tangis saat menceritakan detik-detik terakhir sang anak angkat sebelum meninggal dunia akibat penganiayaan di Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan (Yonif TP) 834 Waka Nga Mere, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Maria menjadi sosok yang menemani Prada Lucky setelah ia melarikan diri dari barak dan bersembunyi di rumahnya. Ia juga setia mendampingi korban saat dirawat di rumah sakit hingga mengembuskan napas terakhir.

“Saya baru tahu dia sudah di RSUD Aeramo setelah ditelepon ibunya, Bu Sepriana Paulina Mirpey, tanggal 4 Agustus 2025. Saat sampai di rumah sakit, saya lihat luka di tubuhnya makin banyak, terutama di dada,” ujar Maria lirih saat bersaksi, Selasa (4/11/2025).

1. Lihat Prada Lucky berhenti detak jantungnya

Ibu angkat Prada Lucky bersaksi di persidangan. (Dok Dilmil Kupang)

Menurutnya, luka-luka di tubuh Lucky semakin parah dibanding ketika ia sempat bersembunyi di rumah. Saat itu, Lucky hanya menunjukkan bekas cambukan di punggung. “Dia sempat sadar dan minta disuapi makan. Tapi saya tidak bisa ambil foto atau video karena dijaga beberapa tentara,” ungkapnya.

Ketika Hakim Ketua Mayor Chk Subiyatno menanyakan perasaannya melihat kondisi Lucky di ruang rawat, Maria tak kuasa menahan tangis. Ia mengaku menemani Lucky hingga pukul 22.00 malam sambil terus memberi kabar kepada ibu kandungnya.

Keesokan harinya, 5 Agustus 2025, Maria kembali membesuk. Namun, Lucky sudah dipindahkan ke ICU dan terpasang alat bantu napas. “Dia tidak sadar lagi. Saya tidak tega pulang, jadi saya bermalam di ICU sampai tanggal 6 Agustus,” ucapnya.

Menjelang kematian Lucky, Maria menyaksikan langsung upaya medis yang dilakukan tim rumah sakit. “Saya lihat mereka melepas ventilator dan memompa jantungnya. Dokter bilang ke saya, organ dalam anak mama ini sudah gagal fungsi,” katanya terisak.

2. Sempat nginap dan berkebun dengannya

Ibu angkat Prada Lucky bersaksi di persidangan. (Dok Dilmil Kupang)

Maria kemudian menceritakan awal perkenalannya dengan Prada Lucky. Ia kerap datang ke batalyon untuk mengambil sisa makanan ternak dan sering bertemu Lucky yang bertugas di dapur. Hubungan keduanya cepat dekat, hingga ia menganggap Lucky seperti anak sendiri.

“Belum sebulan kenal, tapi saya sudah anggap dia anak,” tuturnya. Lucky bahkan sempat menginap di rumah Maria pada 26 Juli 2025. Ia ikut berkebun dan pergi ke gereja bersama keluarga Maria.

Dua hari kemudian, pada 28 Juli 2025, Lucky datang lagi ke rumahnya dalam kondisi memprihatinkan. “Waktu itu saya antar anak ke sekolah. Saat pulang, Lucky sudah di rumah dan langsung buka baju, tunjuk luka-luka di punggungnya,” jelas Maria kepada Oditur Letkol Chk Alex Panjaitan.

Lucky sempat mengatakan bahwa dirinya dipukul oleh senior di batalyon. “Dia bilang, ‘Mama, saya dipukul’. Tapi dia tidak sebut berapa orang atau siapa saja pelakunya,” tambahnya.

Maria mengompres luka di punggung Lucky yang tampak seperti bekas cambukan dan melepuh. Ia lalu menghubungi ibu kandung Lucky agar bisa berbicara lewat telepon. Dalam percakapan itu, Maria mendengar Lucky menyebut dua nama: Bamak Andre Mahoklory dan Dansi Intel Thomas Awi sebagai orang yang telah menyiksanya.

3. Titip obat dan larang agar anggota pukuli Lucky

17 terdakwa di sidang kelima kasus kematian Prada Lucky. (Dok Dilmil Kupang)

Tak lama kemudian, Maria menerima telepon dari seseorang yang mengaku senior Lucky. “Saya bilang Lucky tidak ada di rumah, tapi mereka bilang sudah tahu dia ada di rumah saya,” katanya.

Beberapa menit kemudian, seorang prajurit bernama Serda Lalu datang menggunakan motor. Disusul dua anggota lain, salah satunya bernama Yafet, dan kemudian sekitar 10 orang prajurit lainnya.

“Lucky sempat makan dulu, saya kasih obat pereda nyeri. Setelah itu mereka bawa dia kembali ke batalyon,” tutur Maria.

Sebelum Lucky dibawa pergi, Maria sempat berpesan agar ia tidak lagi disiksa. “Saya bilang ke mereka, jangan pukul lagi, cukup sudah, lukanya sudah banyak. Saya juga titip obat supaya diberikan ke Lucky,” ungkapnya menutup kesaksian.

Editorial Team