Teluk Diduga Tercemar Limbah, Nelayan di Bima Belum Bisa Melaut
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kota Bima, IDN Times - Belum lama ini viral sebuah video yang memperlihatkan teluk di Bima tercemar limbah, tapat di sekitar depo Pertamina Bima. Tidak hanya merusak biota laut, limbah yang mencemari teluk Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) juga berdampak terhadap ekonomi nelayan.
Sejak awal muncul akhir Maret lalu hingga Kamis (26/5/2022), nelayan di sekitar lingkungan Oi Ni'u dan Wadu Mbolo Kelurahan Dara, Kecamatan Rasa Na'e Barat tidak bisa melaut. Karena limbah misterius itu masih mengendap di permukaan air. Praktis peralatan tangkapan ikan yang diturunkan nelayan lengket oleh limbah.
1. Nelayan coba melaut, tapi pulang tanpa hasil
Nelayan setempat, Ahmad Abdullah mengaku beberapa kali turun melaut satu pekan lalu di sekitar kawasan teluk Bima. Namun tidak membuahkan hasil.
"Air lautnya masih kotor, mana ada kepiting yang mau masuk ke perangkap yang kita turunkan," jelasnya saat ditemui di Pantai Lingkungan Wadu Mbolo Kelurahan Dara, Kamis (26/5/2022).
Bahkan, ayah empat anak ini sempat melaut keluar dari teluk Bima. Tidak banyak yang diperoleh. Hanya sekitar 2 kilogram kepiting. Itupun ketika air laut bersahabat.
"Kalau gelombang tinggi, kita gak berani keluar. Lagi pula cari kepiting di laut lepas, lebih banyak pengeluaran daripada penghasilan," bebernya.
Baca Juga: Limbah di Teluk Bima Diduga Fenomena Sea Snot Akibat Pemanasan Global
2. Gak pernah dapat bantuan dari pemkot bima
Sejak terdampak limbah, nelayan setempat tidak pernah mendapatkan bantuan dari Pemerintah Kota Bima. Baik itu berupa sembako maupun bantuan jenis lain.
"Jangankan bantuan, datang untuk melihat kondisi kami saja mereka tidak pernah," terangnya.
Padahal dengan kondisi saat ini, perhatian dari pemangku kebijakan sangat mereka harapkan. Paling tidak memberikan Sembako untuk penuhi kebutuhan sehari-hari.
"Sebagian besar masyarakat di sini menggantung hidup dari hasil nelayan. Tidak banyak memiliki lahan pertanian seperti warga di Kelurahan lain," akunya.
3. Mencoba peruntungan jadi buruh tani
Karena tidak ada penghasilan lain, untuk bertahan hidup tidak sedikit nelayan setempat beralih menjadi buruh tani dan buruh di pelabuhan Soekarno-Hatta Kota Bima.
Dalam sehari pendapatan mereka variatif. Untuk buruh tani hanya diupah Rp 70 ribu, sementara Rp 100 ribu di Pelabuhan Bima.
"Pendapatan itu sudah pasti enggak cukup. Kita cukupkan saja," pungkasnya.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Bima melakukan pemantauan lapangan terkait gumpalan atau limbah berwarna cokelat di Teluk Bima. Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Kabupaten Bima Suryadin dalam keterangan tertulisnya, Rabu (27/4/2022) mengatakan gumpalan yang terjadi di Teluk Bima bukan tumpahan minyak atau limbah.
Hal ini berdasarkan hasil pantauan Tim Bidang Perhutanan Rakyat, Pencemaran dan Pengendalian Lingkungan Hidup yang dipimpin Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kabupaten Bima, Jaidun.
Suryadin mengatakan dugaan sementara berasal dari lumut atau ganggang laut atau biasa disebut sebagai sea snot.
Baca Juga: Limbah di Teluk Bima, Pertamina: Terminal BBM Bima Tidak Ada Masalah