UNU NTB Tunggu Keputusan Pengurus Pusat Terkait Satgas PPKS

Rektor minta revisi pasal kontroversi dalam Permendikbud

Mataram, IDN Times – Rektor Universitas Nahdatul Ulama (UNU) Nusa Tenggara Barat Dr. Baiq Mulianah meminta revisi aturan baru Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Menurutnya, beberapa pasal dalam aturan baru Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKS masih bertentangan dengan nilai esensi dan filosofi keislaman yang diterapkan oleh Nahdatul Ulama di Indonesia.

Sehingga pihak kampus saat ini masih belum memutuskan untuk membuat satgas penerapan aturan itu. Meski demikian, semua masih dalam kajian.

1. Mengikuti kebijakan NU pusat

UNU NTB Tunggu Keputusan Pengurus Pusat Terkait Satgas PPKSRektor UNU NTB Dr. Baiq Mulianah bersama Wakil Gubernur NTB Dr Hj Sitti Rohmi Djalilah/dok. Instagram ununtb_official

Terkait rencana pembentukan tim satgas dari aturan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKS, kata Mulianah, pihaknya akan mengikuti apa kebijakan pengurus besar NU pusat. Pasalnya, pengurus besar NU Pusat sejauh ini belum menyepakati secara penuh isi dan muatan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang PPKS itu.

“Saya sudah berpendapat di forum Rektor NU pusat terkait Permen ini. Secara pribadi Rektor UNU NTB kan berjenis kelamin perempuan yang lebih sensitif terhadap isu ini. Saya kira bagus,” kata Mulianah kepada IDN Times, Rabu (1/12/2021) di Mataram.

Namun, jika melihat hasil kebijakan NU pusat, kata Mulianah, banyak poin pasal Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 yang keluar dari filosofis esensi keislaman di tengah masyarakat Indonesia pada umumnya.

2. Pasal bermasalah minta disempurnakan

UNU NTB Tunggu Keputusan Pengurus Pusat Terkait Satgas PPKSgoogle anteroaceh.com

Dalam pandangan Mulianah, pasal-pasal pada Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 di antaranya masih sarat multitafsir. Semisal pasal 5 ayat 2 itu menjadi kontroversial dan perlu disempurnakan.

“Kami minta harus diganti. Ada juga beberapa poin kita sepakati terkait pasal perlindungan. Karena bagi kami tidak hanya perempuan, laki-laki juga harus mendapat perlindungan di kampus,” katanya.

Sejauh ini, UNU NTB sendiri dalam menjalankan sistem pendidikan, segala bentuk tindak kekerasan dan membuat rasa ketidaknyamanan di lingkungan kampus harus diantisipasi.

“Tidak hanya isu kekerasan seksual,” singkatnya.

Ia juga menambahkan, berada di bawah naungan NU pusat, tentu apa yang menjadi kebijakan NU pusat akan dijalankan di UNU NTB.  

“Tentu NU sangat menjunjung nilai pada Maqashid syariah-nya itu harus menjadi poin penting,” kata Mulianah.

Baca Juga: Ini Kampus-kampus Negeri dan Swasta di Provinsi NTB

3. Kekerasan bukan hanya tentang seksualitas

UNU NTB Tunggu Keputusan Pengurus Pusat Terkait Satgas PPKS

Masalah lain yang harus diperhatikan, jelas dia, bahwa di lingkungan kampus hari ini tidak hanya terkait masalah isu aktivitas seksualitas. Bahkan belakangan sangat santer didengungkan bahwa Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 melegalkan aktivitas seks atas dasar suka sama suka.

“Maslahnya kalau tidak sesuai dengan ketentuan hukum dalam konteks pernikahan Islam itu kan jelas haram. Inilah yang harus direvisi,” pinta Mulianah.

“Permen ini harus ada revisi penyempurnaan gitu. Karena ini kan draf UU PPKS, tapi kok tiba-tiba muncul dalam Permendikbud?,” tambahnya.

4. Penegakan kekerasan dengan aturan internal kampus

UNU NTB Tunggu Keputusan Pengurus Pusat Terkait Satgas PPKSRektor UNU NTB lepas mahasiswa pada acara Yudisium/dok. Instagram ununtb_official

Dalam menjamin rasa aman bagi seluruh pihak di lingkungan kampus, UNU NTB, kata Mulianah, telah menjamin seluruh peserta didiknya mendapatkan rasa keamanan dan bebas dari diskriminasi gender. Dia juga mengaku bahwa kekerasan dalam bentuk apapun yang terjadi di lingkungan kampus UNU NTB memang menjadi tanggung jawab Rektor.

“Ada atau tidak ada Permen nomor 30 itu kan, permasalahan apa pun sudah menjadi tanggung jawab kampus. Kami juga sudah membuat kebijakan rektor untuk antisipasi lebih awal terkait misal ada kasus kekerasan seksual,” jelasnya.

Pada prinsipnya, ujar Mulianah, pembentukan satgas kekerasan seksual di lingkungan kampus harus memiliki nilai perjuangan yang dilakukan NU.

“Kita juga punya prinsip nilai perjuangan sendiri di NU. Tidak mungkin nanti Satgas diisi orang luar NU, saya tidak terima kalau begitu kan,” katanya.

Mulianah juga mengakui bahwa Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 belum bisa mengakomodir seluruh kampus swasta di Indonesia. Pasalnya, apa yang menjadi landasan gerakan dan pola aturan, baik di kampus NU, Muhammadiyah, Kristen, Hindu, Budha yang mana masing-masing memiliki nilai dan pola yang berbeda.

“Kita punya nilai-nilai perjuangan. Sama halnya dengan di kampus swasta lain, Muhammadiyah, Katolik, Hindu, Budha. Jangan sampai yang diakomodir aturan ini hanya kampus negeri. Jadi kami yang swasta juga harus dilihat,” tutur Mulianah.

Baca Juga: Universitas Mataram akan Bentuk Satgas Pencegahan Kekerasan Seksual 

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya