Mengenal Pygmalion Effect, Ekspektasi dapat Mengubah Perilaku
Studi: ekspektasi tinggi dapat mengubah perilaku seseorang
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sebagai seorang manusia, kita senantiasa hidup dengan ekspektasi. Namun, tahukah kamu bahwa ekspektasi ternyata sangat penting untuk membangun motivasi dalam mengubah perilaku?
Hubungan antara ekspektasi tinggi dan motivasi dalam mengubah perilaku ini dijelaskan dalam sebuah fenomena psikologis dengan istilah pygmalion effect atau efek pygmalion.
Efek pygmalion, menurut Casika dkk. dalam jurnal Literaksi: Jurnal Manajemen Pendidikan yang berjudul Pygmalion Effect: Dampak Kepercayaan Terhadap Kinerja, adalah fenomena psikologi yang menjelaskan bahwa semakin baik ekspektasi yang diberikan atau diterima seseorang, semakin baik pula performa orang tersebut. Dengan kata lain, ekspektasi positif yang diberikan kepada orang lain berpengaruh pada motivasinya untuk menjadi sesuai dengan apa yang diekspektasikan.
Mari mengenal lebih jauh efek pygmalion, ekspektasi positif yang diberikan pada orang lain dapat mengubah perilaku seseorang.
1. Efek pygmalion muncul sebagai bentuk dari self-fulfilling prophecy (SFP)
Fenomena ini merupakan bentuk self-fulfilling prophecy (SFP), yaitu keadaan di mana harapan seorang individu mengarah pada usahanya dalam mewujudkan harapan tersebut. Sebuah studi yang dilakukan oleh Robert Rosenthal dan Jacobson pada tahun 1986 di sekolah dasar memperlihatkan bagaimana ekspektasi guru terhadap murid dapat memengaruhi kinerja mereka.
Dalam studinya, Rosenthal dan Jacobson menjelaskan bahwa, diawal tahun ajaran, guru-guru diberitahu bahwa beberapa murid dikelasnya adalah seorang "jenius". Kemudian pada akhir tahun ajaran, ketika dilakukan tes IQ, ternyata anak-anak "jenius" tadi mengalami peningkatan IQ jauh lebih tinggi dibanding teman kelasnya yang lain.
Padahal kenyataannya, mereka tidaklah jenius. Studi ini membuktikan bahwa ekspektasi sang guru lah yang menyebabkan gurunya memberi perhatian lebih pada murid-murid "jenius" tadi dan meningkatkan performa murid tersebut.
Selain itu, Robert Rosenthal juga melakukan sebuah eksperimen dimana dia menyuruh dua kelompok mahasiswa untuk melatih tikus untuk dapat menyelesaikan labirin. Kelompok pertama diberitahu bahwa tikus mereka "tikus pintar", sedangkan kelompok kedua tidak. Hasilnya, tikus yang dilatih oleh kelompok pertama dapat menyelesaikan labirin dengan lebih baik, walau sebenarnya "tikus pintar" itu hanyalah tikus biasa dan tidak lebih pintar dari tikus lainnya.
Baca Juga: Takut Terlalu Bahagia? Itu Tanda Kamu Mengalami Cherophobia
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.