Mendobrak Dinding Batas Kebebasan pada Manusia
Aturan itu bukan mengekang, tapi justru malah membebaskan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bahagia bisa datang dari mana saja, pun kesenangan bisa dicari di mana saja. Dari tidur panjang di akhir pekan, dari kencan dengan gebetan, dari nonton youtube sambil rebahan, bahkan dari kencing yang sudah lama tertahan.
Penulis setuju dengan pendapat Seligman yang mengatakan bahwa “bahagia itu ketika kita senang menjalaninya” dan salah satu caranya adalah dengan tidak adanya rasa keterpaksaan.
Kebebasan tanpa rasa keterpaksaan ini kemudian menguak suatu sifat manusia, bahwasanya manusia memang bisa menentukan sendiri apa yang baik dan apa yang jahat, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang indah dan mana yang buruk. Namun semua itu sangatlah fleksibel, tergantung bagaimana orang melihatnya.
1. Kebebasan absolut itu tidak pernah ada
Manusia hidup bar-bar karena tidak ada yang peduli tentang dirinya dan perbuatannya, dan mereka berpikir tidak ada satu pun pihak yang membatasi kebebasan manusia. Akhirnya banyak hal indah di dunia ini yang manusia lewatkan demi mencari kepuasaan diri, menambah dan terus menambah sampai merasa sempurna.
Sayangnya, kesempurnaan absolut itu tidak pernah ada. Manusia memang makluk paling sempurna yang diciptakan Tuhan, makhluk paling superior, begitu pun dengan sifat buruk manusia yang semakin menambah kesempurnaan itu. Mungkin di sinilah letak ketidaksempurnaan manusia, terbatas.
Baca Juga: Antigalau, ini 5 Cara Merayakan Patah Hati yang Paling Ampuh
Baca Juga: 13 Etika Dasar dalam Kehidupan Manusia di Muka Bumi, Kamu Wajib Tahu!
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.